51 Miliar Serangan Web di Asia Pasifik Berasal dari Aplikasi AI
Serangan Web di Asia Pasifik (APAC) kini menjadi episentrum serangan siber yang semakin kompleks dan canggih. Dalam enam bulan terakhir, organisasi di kawasan ini menghadapi rata-rata 2.915 serangan per minggu, jauh melebihi rata-rata global yang hanya 1.843 serangan per minggu. Sebagian besar serangan ini didorong oleh aplikasi kecerdasan buatan (AI) yang digunakan oleh pelaku kejahatan siber.
1. Peningkatan Serangan Phishing dan Deepfake
AI telah memungkinkan pembuatan email phishing dan video deepfake yang sangat meyakinkan. Serangan ini sering menargetkan individu dan organisasi di sektor keuangan, dengan tujuan untuk mencuri informasi sensitif atau melakukan transaksi ilegal. Misalnya, di Hong Kong, seorang eksekutif perusahaan besar menjadi korban penipuan deepfake yang menyebabkan kerugian sebesar $25 juta.
2. Evolusi Malware dan Ransomware Berbasis AI
Malware dan ransomware yang didukung AI kini mampu beradaptasi dan menghindari deteksi. Di Jepang, misalnya, serangan ransomware yang di dorong oleh AI meningkat sebesar 40% pada tahun 2024. Kemampuan AI untuk mempelajari dan menyesuaikan diri dengan sistem keamanan membuat ancaman ini semakin sulit di atasi.
3. Serangan DDoS dan Bot Otomatis
Serangan Distributed Denial-of-Service (DDoS) yang di lakukan oleh bot otomatis semakin sering terjadi di APAC. Di Malaysia dan Korea Selatan, serangan semacam ini mengganggu platform e-commerce dan layanan perbankan. Bot-bot ini menggunakan AI untuk menyesuaikan pola serangan dan menghindari deteksi.
4. Peningkatan Keamanan dan Investasi dalam AI
Menanggapi meningkatnya ancaman, banyak organisasi di APAC meningkatkan investasi mereka dalam solusi keamanan berbasis AI. Di Malaysia, misalnya, hampir 80% bisnis telah mengimplementasikan langkah-langkah keamanan cloud. Namun, kurang dari setengah organisasi merasa memiliki keterampilan yang cukup untuk menghadapi ancaman AI, menunjukkan adanya kesenjangan dalam kesiapan keamanan siber.
5. Tantangan Regulasi dan Kolaborasi Internasional
Kurangnya regulasi yang konsisten di seluruh APAC mempersulit upaya untuk mengatasi serangan berbasis AI. Beberapa negara, seperti Singapura dan India, telah mengimplementasikan sistem intelijen ancaman berbasis AI untuk mendeteksi dan mengurangi serangan siber secara real-time. Namun, kolaborasi internasional yang lebih kuat di perlukan untuk menghadapi ancaman yang semakin global ini.
Baca juga: 5 Tanda Kerusakan Hati yang Bisa Muncul di Malam Hari
Serangan siber yang di dorong oleh aplikasi AI di Asia Pasifik menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Organisasi di kawasan ini harus meningkatkan investasi dalam solusi keamanan berbasis AI dan memperkuat kolaborasi internasional untuk menghadapi ancaman yang semakin kompleks. Hanya dengan pendekatan yang proaktif dan kolaboratif, kita dapat melindungi infrastruktur digital dari ancaman yang terus berkembang.